Semilir angin bertiup
lamat-lamat bau amis menyeruak,
hening memenuhi
kengerian menggetarkan hati
Sang satria menatap nyalang
hamparan ilalang bergoyang gemulai,
tak ada lagi musuh yang bergerak
tak ada lagi denting logam beradu
Tesesan darah di ujung pedang yang memerah
luluh ke tanah membawa marah dan resah
Sudah menganga ribuan mata luka,
sudah kucabut ribuan nyawa ke angkasa
Sang Satria menundukkan kepala
terbayang ribuan janda menangisi suaminya,
terngiang teriakan ribuan anak mencari bapaknya
Inikah takdirku sebagai satria,
menegakkan kekuasaan di atas luka dan derita?
Meninggalkan keharuman nama dengan membunuh manusia?
Tuhan,
cabut nyawaku sekarang sebagai bukti sesalku
atau kau tumbuhkan sejuta kemakmuran,
untuk menghibur janda yang kehilangan,
memberi masa depan anak yang ditinggalkan
Tuhan
Beri aku kekuatan …
Tetesan darah terakhir jatuh
pedang masih tergenggam erat
Sang satria bergeming tanpa suara,
wajah semakin tertunduk layu,
duka menyelimuti hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar