Minggu, September 28, 2008

Siapa yang Gila ?

Di “zaman edan” (meminjam istilah dari Serat Jaka Lodang oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita, tahun 1802 – 1873) seperti sekarang ini, ketika kebenaran sudah sangat kabur bagi banyak orang, maka pilihan-pilihan yang tersedia akan semakin membingungkan. Tuntutan untuk tidak gila sama kuatnya dengan keharusan untuk menjadi gila. Untuk sedikit memberikan pencerahan bagi kita, ikutilah dongeng klasik berikut ini agar kita dapat mengambil hikmahnya.

Di suatu negeri entah berantah, ada sebuah lembah yang hijau ranau menampakan kesuburan yang tiada terkira. Angin sejuk selalu bertiup sepanjang waktu, dan satwa-satwa pun tampak hidup dalam damai. Di tengah-tengah lembah tersebutlah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang arif bijaksana. Sang Raja mempunyai seorang Permaisuri yang cantik dan beberapa anak yang tampan dan jelita. Keluarga kerajaan sangat dicintai oleh rakyatnya dan keluarga kerajaan pun sangat menyayangi rakyatnya semua. Sang Raja yang telah tua terebut mempunyai pasukan perang yang hebat, sehingga tidak ada musuh yang berani menyerang kerajaan tersebut dan rakyatnya pun merasa aman dan tentram. Kebutuhan rakyatnya selalu tercukupi karena segenap rakyat negeri sangat rajin bekerja dan selalu patuh kepada titah Sang Raja.

Tersebutlah di atas gunung tinggi di tepi negeri hiduplah seorang nenek sihir jahat. Sang nenek sihir ini sangat iri dengan kehidupan raja dan rakyatnya yang gemah ripah loh jinawi. Dia dengan segala kemampuannya telah berupaya menyengsarakan semua penghuni kerajaan. Beberapa kali dia mengirim sihir jahat ke kerajaan untuk membikin semua rakyat dan rajanya menjadi sakit. Namun karena ilmu Sang Raja mampu menahan semua serangan sihir tersebut sehingga amanlah semua penghuni kerajaan dari gangguan si penyihir jahat.

Pada suatu hari si nenek sihir jahat menemukan cara untuk membuat kehancuran bagi kerajaan tersebut. Dia akan meracuni raja dan rakyatnya supaya menjadi gila dan patuh kepada perintahnya, sehingga dia dapat menguasai kerajaan tersebut. Untuk mewujudkan rencananya itu, si nenek sihir jahat kemudian secara diam-diam turun gunung dan memasuki wilayah kerajaan pada malam hari. Didatanginya sebuah kolam di tengah kota dan dibubuhinya racun gila ke dalam air sumur itu. Dan nanti siapa pun yang meminum air di kolam itu, maka dia akan menjadi gila dan akan menuruti semua perintahnya.

Besok harinya si nenek sihir menyamar sebagai seorang resi wanita dan bermaksud menyebarkan kabar bohong kepada rakyat di kerajaan itu. Sambil berdiri di samping kolam, di tengah lalu-lalang rakyat kerajaan yang sedang beraktifitas di siang hari, nenek sihir itu pun berkhotbah.

“Hei, rakyat kerajaan yang makmur dan sejahtera, aku adalah seorang resi dari negeri seberang ingin mengabarkan kepada kalian sebuah berita bahagia !” teriak nenek sihir itu di tengah-tengah rakyat yang mulai memperhatikan kehadirannya.

“Kabar bahagia apa, wahai Resi ?” Tanya seseorang di tengah kerumunan.

“Kehidupan kalian yang makmur dan sejahtera ini rasanya kurang lengkap kalau kalian ternyata tidak bisa menikmatinya selamanya.” Lanjut si nenek berkhotbah. “Kalau kalian hidup kekal dan abadi, maka akan lengkaplah kebahagiaan kalian. Karena kalian semua akan hidup berbahagia selama-lamanya.”

“Lalu, bagaimana caranya supaya hidup kami menjadi abadi, wahai Resi ?” Tanya seseorang yang lain.

“Kalian harus meminum air kolam ini,” jawab si nenek sihir menjelaskan. “Nanti kalian akan merasakan suatu perubahan besar di dalam diri kalian.”

“Ah, mana mungkin,” sanggah yang lain. “Kolam itu sudah dari dulu ada dan kami sudah sering minum air dari kolam tersebut, dan tidak ada seorang pun dari kami yang merasakan keabadian itu, Resi tua.”

“Aku mengatakan ini kepada kalian karena aku sudah bermimpikan bahwa air kolam ini sudah diberkati oleh dewa,” jelas di nenek. “Bila kalian tidak percaya coba kalian lihat aku meminumnya”. Lalu nenek sihir itu pun mengambil air kolam dengan kedua telapak tangannya, dan dengan kemampuan sihirnya sesaat setelah meminum air tersebut wajah si nenek yang tua dan renta mendadak menjadi muda kembali. “Nah, bagaimana ? Apakah kalian tidak ingin mencobanya ?”

Maka seketika itu juga berebutanlah orang-orang yang berada di sekitar kolam untuk meminum airnya. Semua orang yang telah meminum air kolam saling berpandangan dan terkagum-kagum melihat wajahnya yang tampak muda lagi. Mereka tertawa-tawa gembira, dan sambil berteriak-teriak mereka mengajak orang-orang lain yang lewat untuk melakukan hal yang sama. Pada akhirnya, pada hari itu juga berita itu pun tersiar ke seluruh negeri, sehingga semua orang berbondong-bondong mendatangi kolam di tengah-tengah kota tersebut dan ramai-ramai meminum airnya.

Walhasil, seluruh rakyat dan keluarga kerajaan sudah meminum air kolam tersebut, kecuali satu orang yang belum meminumnya, yaitu Sang Raja sendiri. Karena pada saat orang-orang beramai-ramai meminum air kolam, Sang Raja sedang bersemedi di kamarnya dan tidak seorang pun diperkenankan masuk atau mengganggunya.

“Nanti bila Baginda sudah selesai dengan semedinya, akan kita beritahukan mengenai hal ini.” Pesan Permaisuri kepada puteranya.

Singkat cerita, keesokan harinya Sang Raja pun keluar dari kamarnya dan berteriak-teriak memanggil pelayannya. “Hei, pelayan di mana kalian ? Aku harus mandi dan sediakan air untukku”. Sang Raja heran karena tidak seorang pelayan pun yang terlihat di dalam istananya, juga anak-anaknya dan Permaisurinya. Kemanakah mereka ? Tanyanya dalam hati.

Sambil tergopoh-gopoh karena heran dengan kesenyapan istananya, Sang Raja berusaha mencari orang-orang dengan memasuki semua ruangan istana, dan ternyata semua ruangan benar-benar sepi tidak ada penghuninya. Tiba-tiba di kejauhan Sang Raja mendengar suara seperti orang banyak berpesta, maka dia langsung menuju ke luar istana dan berlari menuju ke arah tengah kota.

Betapa takjubnya Sang Raja melihat pemandangan yang aneh, segenap rakyatnya beserta keluarga kerajaan sedang berpesta seperti orang gila. Ada yang bermain musik sambil berputar-putar, ada yang bernyanyi dan menari sambil tertawa-tawa, yang lebih mengerikan sang raja adalah sebagian mereka bertelanjang dan berguling-guling di tengah-tengah tanah lapang. Hei, apa yang terjadi ?

Melihat Rajanya sudah keluar dari istana, menyapalah salah satu dari orang yang menyanyi-nyanyi itu dan berkata, “Hei, Baginda, kami ini semua sudah hidup abadi dan tidak akan pernah mati. Lihatlah kami berbahagia dan setiap hari kami akan berpesta. Air kolam itu telah menjadikan kami kekal. Ayo ikutlah bersama kami, minumlah air kolam itu.”

Sang Raja heran melihat tingkah rakyatnya yang sudah tidak menghormatinya lagi. Dicobanya bertanya kepada orang yang berbicara kepadanya tadi, tapi orang itu langsung pergi dan tidak memperdulikan Sang Raja. Orang itu bergabung dengan yang lain dan bernyanyi-nyanyi kembali seperti orang gila.

Ketika Sang Raja masih berada dalam keheranannya, tiba-tiba disampingnya telah berdiri seorang resi dan Si Resi pun menyapa Sang Raja. “Apakah Anda heran wahai Baginda atas apa yang sudah terjadi dengan rakyatmu ?”

“Ya,” sahut Sang Raja. “Tapi siapakah gerangan engkau, wahai nenek tua ?”

“Aku adalah seorang resi dari negeri seberang,” jawab si nenek sihir. “Dan aku membawa kabar gembira kepada mereka bahwa barang siapa yang meminum air kolam tersebut akan hidup kekal dan abadi dan berwajah muda selalu.”

“Tapi wajah mereka masih seperti dulu,” kata Sang Raja keheranan.

“Ya, tentu saja,” sahut si nenek sihir. “Hanya mereka sendiri yang merasa muda dan melihat wajah teman mereka yang meminum air kolam tampak menjadi muda juga.”

“Untuk apa kamu lakukan ini, wahai Resi ?” Tanya Sang Raja masih heran. “Kenapa engkau menjadikan rakyatku gila. Apakah aku telah berbuat salah kepadamu ?”

“Ya, karena aku adalah musuh lamamu yang tinggal di gunung tinggi itu,” jelas si nenek sihir sambil menunjuk ke arah gunung tinggi di kejauhan. Dan tiba-tiba wajah si Resi langsung berganti menjadi wajah si nenek sihir dalam pandangan Sang Raja.

“Kalau kamu menginginkan kematianku, maka bunuhlah aku saja. Tapi kembalikanlah keadaan rakyatku dan keluargaku seperti semula,” mohon Sang Raja kepada si nenek sihir.

“Ha, ha, ha, ha, ha,” si nenek sihir tertawa terbahak-bahak menikmati kemenangannya, karena sebentar lagi kerajaan dan seluruh isinya akan dikuasainya. “Aku sebenarnya hanya ingin menguasai kerajaanmu, wahai Baginda. Dan aku tadi mendengar rakyatmu berunding akan membunuhmu besok pagi, apabila Baginda tidak mau ikut meminum air kolam tersebut. Mereka bilang bahwa Raja mereka masih gila dan hanya akan sembuh dari penyakit gila apabila meminum air kolam tersebut. Maka segeralah minum air kolam itu, agar Baginda selamat”.

“Aku tidak mau menjadi gila seperti mereka,” tolak Sang Raja. “Aku lebih memilih melarikan diri dari kerajaan ini.”

“Semua rakyatmu sudah mengepung istana dan seluruh wilayah kerajaan,” jelas si nenek sihir. “Baginda tidak akan bisa keluar dari wilayah kerajaan. Dan Bagianda juga tidak mungkin sanggup melawan mereka yang sangat banyak dan sudah menjadi gila. Mereka akan membunuh Baginda karena Bagindalah yang dianggap masih gila”.

Malam itu juga Sang Raja tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan bagaimana caranya melarikan diri. Dilihatnya dari jendela kamarnya, orang-orang menari dan menyanyi seperti kesetanan. Sebagian besar dari mereka sudah sangat kotor dan pakaiannya sobek-sobek akibat berguling-guling di tanah. Teriakan-teriakan terdengar membahana, “Bunuh Raja, bunuh Raja, bunuh Raja !”

Di tengah malam Sang Raja keluar dari kamarnya dengan mengendap-endap. Dibukanya pintu kamar perlahan-lahan sambil mengintip, kalau-kalau ada orang berdiri di depan pintu kamarnya. Ketika Sang Raja melangkahkan kakinya keluar pintu, tiba-tiba beberapa orang menyergapnya. Sambil berteriak-teriak orang-orang itu memegang erat-erat kedua tangannya dan menyeretnya keluar dari istana.

“Hei, Raja mau melarikan diri !” teriak mereka beramai-ramai. “Bawa Raja ke dekat kolam !”

Dengan langkah terseret-seret karena ditarik dan didorong oleh banyak orang, Sang Raja akhirnya sampai di samping kolam di tengah kota. Salah seorang yang berada di dekatnya berteriak, “Hei, Raja cepat minum air kolam itu agar kamu sembuh dari penyakit gilamu. Bila kamu tidak mau meminumnya, maka kami akan membunuhmu karena kegilaanmu akan membahayakan kami.” Orang itu kemudian menghunuskan pedangnya yang berkilat tajam ke arah leher Sang Raja.

Sang Raja memandang satu per satu wajah rakyatnya yang tampak bengis dan kejam tersebut dan dirasakannya dingin pedang yang menempel di lehernya. Ah, tidak ada pilihan lain, katanya dalam hati, aku memang harus meminum air kolam ini.

Perlahan-lahan Sang Raja membungkuk ke arah kolam dan cekalan erat di kedua tangannya pun melonggar. Mereka yang memegangnya tadi membiarkan Sang Raja mengambil air kolam dan meminumnya.

Alkisah, kerajaan itu pun kembali menjadi tentram dan bahagia. Sang Raja yang telah sembuh dari penyakit gilanya disambut seluruh rakyatnya dengan gembira. Pesta pun diadakan untuk menyambut kesehatan Sang Raja yang telah kembali. Dan menurut riwayat, si nenek sihir berkuasa atas kerajaan tersebut dan seluruh isinya untuk selamanya tanpa disadari oleh seorang pun.

(Disarikan dari sebuah dongeng anonim)

Tidak ada komentar: